RakaTalenta.Com™, Beberapa hari yang lalu sosok Iswahyudi atau Tarpin yang akan mendaki Gunung Semeru dengan cara berjalan mundur. Kemarin (27/8) Tarpin kembali ke Malang dan membawa kisah menarik atas aksinya. Bagaimana ceritanya?
Selama
tiga hari sejak Sabtu (24/8) pagi, Tarpin mulai mendaki Gunung Semeru
dengan cara yang unik dan berisiko, yakni berjalan mundur. Aksi tersebut
diawali dengan penyematan spion sebagai alat untuk Tarpin melihat jalan
dibelakangnya, oleh petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Proses
pendakian dengan jalan kaki mundur pun resmi dimulai.
Tarpin memulai perjalanannya dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo yang
jaraknya sekitar 17 km. Kemudian dilanjutkan menuju Kalimati. Setelah
itu Tarpin bersama tim beristirahat dan camping di sana. Pada hari
Minggu (25/8) pagi, pria kelahiran Malang, 1 Januari 1968 melanjutkan
pendakian ke etape tiga yakni Kelik (di atas Arcopodo). Di sini
prejalanan mulai menanjak.
Seluruh tim kembal beristirahat untuk
mempersiapkan pendakian menuju puncak. Jarak dari Kelik menuju puncak
cukup dekat yakni sekitar satu kilometer. Namun Tarpin dan tim
memutuskan untuk mendaki setelah waktu subuh pada hari Senin (26/8),
untuk menghindari gas beracun dari Gunung Semeru, mengingat gunung ini
masih aktif.
Dengan keadaan jalan yang menanjak sekitar 45
derajat, Tarpin tetap semangat untuk mendaki. Jalanan yang tidak rata,
penuh pasir dan berbatu tidak menyurutkan pria ini untuk terus
melanjutkan perjalanan.
Akhirnya Tarpin sukses menapakkan kaki di
puncak Mahameru. Ia berhasil mendaki Gunung setinggi 3.676 meter dari
permukaan laut itu. "Saya sangat bersyukur karena keinginan yang sudah
lama saya impikan bisa terwujud dengan dukungan dari teman-teman Gimbal
Alas dan pihak lainnya," ungkap Tarpin.
Setelah menjejakkan kaki di puncak, ia dan tim kembali berjalan mundur
untuk turun menuju Kelik. Mereka juga melakukan aksi bersih puncak
Mahameru. Mereka memberi contoh pasa masyarakat dan pendaki dengan
membersihkan sampah yang tertinggal di Gunung Semeru.
Tarpin
tiba di Ranu Pani pada Selasa (27/8) dalam kondisi yang masih prima.
Kehadiran Tarpin dan tim disambut oleh perwakilan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, keluarga besar Gimbal Alas, BlueGrass Community, para
pendakian juga warga setempat.
Aksi Tarpin ini sangat
menginspirasi dan patut diacungi jempol. Ia harus berhadapan dengan
banyak risiko yang bisa merenggut nyawanya sendiri. Tak sedikit orang
yang mendaki Gunung Semeru secara normal tapi kemudian meninggal karena
beberapa faktor seperti kecerobohan atau terpeleset. Ada pula risiko
hipotermia, edema, dehidrasi saat melakukan pendakian terutama ketika
mendekati puncak dengan kondisi oksigen yang makin menipis.
Tujuan
Tarpin bukan untuk membuktikan kehebatan dalam mendaki. Ia ingin
memberi contoh pada pendaki pemula mengenai prosedur pendakian yang
baik, hidup di alam terbuka, dan aksi bersih gunung (membersihkan
sampah). Ia bersama kalangan pecinta alam prihatin akan semakin
banyaknya sampah di jalur pendakian Semeru.
Semoga di luar sana masih banyak Tarpin-Tarpin lain yang bisa memberi inspirasi dan peduli dengan lingkungan.