Rakatalenta.Com™, Aksi mogok yang dilakukan para dokter di seluruh Indonesia, membuat sejumlah warga Polewali Mandar, Sulawesi Barat,
kesal. Mereka menuding dokter-dokter itu tidak profesional.
Sejumlah
keluarga pasien bahkan mengancam menggelar demo tandingan untuk
menuntut para dokter kembali menjalankan tugas sebagaimana sumpah saat
mereka dilantik menjadi dokter.
Hal ini seperti dikatakan Hikmah
dan Sawiah, anggota keluarga pasien asal Kecamatan Mapilli, Polewali
Mandar. Keduanya sangat kecewa karena menilai para dokter itu
mengabaikan tanggung jawab moral.
"Apa dokter-dokter itu tidak
paham ulahnya mogok bisa dipidanakan? Mengabaikan tugas dan pelayanan
publik bisa diancam undang-undang perlindungan konsumen," kata Hikmah
saat ditemui di salah satu rumah sakit di Polewali Mandar.
Hikmah
menambahkan, dia tidak bisa membayangkan betapa banyak pasien yang
terancam jiwanya ketika para dokter itu melalaikan tugasnya kemarin.
"Mereka
kan sudah digaji negara. Kan tidak pantaslah tugas suci dokter
menyelamatkan jiwa pasien dinodai dengan ulah rendahan seperti ini,"
tukas Sawiah.
Seperti diberitakan kemarin, ribuan dokter di
seluruh Indonesia menggelar aksi mogok. Di Polewali Mandar, banyak orang
sakit terpaksa pulang karena tidak ada pelayanan dokter di rumah sakit.
Ratusan orang yang hendak memeriksakan kesehatan juga menunggu seharian
di rumah sakit, tetapi tidak ada pelayanan medis.
Pelayanan di Sejumlah Rumah Sakit Terganggu
Pelayanan di rumah sakit rujukan, seperti RSUPN Cipto Mangunkusumo,
RSUD dr Soetomo, RSUP Adam Malik, dan RSUP dr M Djamil, Rabu (27/11),
berjalan seperti biasa.
Namun, di sejumlah rumah sakit pemerintah ataupun swasta di
Indonesia pelayanan terganggu akibat aksi keprihatinan dokter. Mereka
melakukan aksi keprihatinan dengan menghentikan praktik layanan medis
rawat jalan. Layanan medis rawat inap dan unit gawat darurat beroperasi
normal.
Hal itu bentuk solidaritas terhadap tiga dokter spesialis
kandungan, yaitu Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan
Hendry Siagian, yang diputus bersalah oleh Mahkamah Agung karena
menyebabkan kematian pasien Julia Fransiska Makatey saat melahirkan pada
2010.
Pantauan Kompas di RSCM, Rabu siang, pelayanan kesehatan berjalan
seperti biasa, baik terhadap pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Pasien pun mengaku mendapat pelayanan baik. Hal sama tampak di RS Tebet,
Jakarta Selatan. Di Bali, dan Jawa Timur, pelayanan rumah sakit tidak
terganggu. Di Nusa Tenggara Timur, aksi di RSUD Johannes Kupang
berlangsung pukul 08.00-10.00 Wita. Selanjutnya pelayanan berjalan
normal.
Di RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur, di ruang tunggu dan registrasi
pasien terpampang pengumuman, ”Rabu, 27 November 2013, dokter RSUD
Budhi Asih tidak melakukan pelayanan rawat jalan, kecuali kasus rawat
darurat”. Menurut petugas keamanan Solihin, sekitar 50 pasien rawat
jalan terpaksa pulang. Namun, pasien rawat inap dan UGD tetap dilayani.
Hal serupa terjadi di sejumlah kota di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Umumnya poli rawat jalan
tutup, tetapi pelayanan di ruang rawat inap dan UGD berjalan biasa.
Dalam konferensi pers, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan,
”Kami tidak bisa menjamin bahwa tidak akan ada pasien telantar. Saat
ini emosi sedang tinggi. Apalagi dalam kasus itu, dokter sudah berupaya
menyelamatkan pasien dan telah dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri
Manado, tetapi dinyatakan bersalah.”
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan
Akmal Taher menuturkan, pihaknya telah meninjau RSCM serta menghubungi
sejumlah rumah sakit, termasuk RSUD Kandouw Malalayang Manado, Sulawesi
Utara. Mereka menyatakan, pelayanan tetap berjalan seperti biasa.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Menaldi Rasmin menyatakan, aksi
keprihatinan dengan menghentikan praktik dirasa ganjil karena naluri
dokter adalah bekerja menolong orang. Namun, harus dilihat situasi yang
menyebabkan hal itu terjadi.
”Ini merupakan akumulasi dari ketidakpastian hukum. Akibatnya,
dokter gamang melakukan tindakan. Jika terjadi risiko tidak diinginkan,
mereka bisa dikriminalkan,” kata Guru Besar Pulmonologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Untuk itu, perlu segera disusun prosedur standar operasional yang menjamin kepastian hukum praktik kedokteran.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Cabang Lamongan, Jawa Timur, Denny
Vianto menyatakan, dokter tak menuntut sebagai profesi kebal hukum. Jika
ada dokter terlibat kasus pidana, seperti membunuh atau melakukan
korupsi, aparat hukum bisa memproses sesuai KUHP.
”Namun, jika dokter dalam menjalankan profesi ada kejadian yang
tidak diinginkan seperti pasien tidak sembuh, cacat, bahkan meninggal,
padahal penanganan sesuai standar, biarkan organisasi profesi memeriksa
lebih dulu. Jika terbukti ada pelanggaran pidana, akan diserahkan kepada
aparat hukum,” kata Denny.
Jerry Tambun, pengacara tiga dokter terpidana dari Kantor Hukum
Sabas Sinaga dan Ramli Siagian Associates, mengatakan, vonis MA bersifat
administrasi yang menyalahkan terpidana tak meminta persetujuan
keluarga.
Menurut dia, dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Rumah
Sakit, persetujuan keluarga saat melakukan operasi pasien dalam kondisi
darurat tidak perlu. Dalam fakta persidangan PN Manado, persetujuan
operasi sudah ditandatangani ibu korban, Julien.
Pemeriksaan jantung pasien juga tidak mendesak mengingat kondisi
pasien darurat. Pasien mengalami emboli udara di jantung yang tak bisa
diprediksi dan dicegah oleh dokter mana pun.
Secara terpisah, Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar
menegaskan, tidak ada satu profesi pun yang boleh di atas hukum.
”Jangankan dokter, hakim pun bisa dipidana. Tak boleh ada arogansi
profesi. Semua harus patuh pada hukum,” ujarnya di ruang kerja
menanggapi aksi dokter.
Artidjo memutus kasus kasasi itu bersama hakim anggota Dudu Duswara Machmudin dan Sofyan Sitompul.
Panitera MA, yang juga Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan
Mansyur menyatakan, Dewa Ayu dan rekan telah mengajukan peninjauan
kembali, Agustus lalu. Majelis PK yang terdiri dari hakim agung
Syarifuddin, Margono, dan Salman Luthan akan memeriksa semua berkas. [kompas]