Takut Mati, Warga Kristen Suriah Pilih Tunduk Aturan Al-Qaidah - Pemimpin Kristen di Kota Raqqa, sebelah utara Suriah, yang dikuasai
oleh sebuah organisasi sebelumnya berafiliasi dengan Al-Qaidah, telah
menandatangani sebuah dokumen pada pekan ini melarang warga Nasrani
melakukan kegiatan kekristenan di depan umum sebagai imbalan atas
perlindungan dari pemimpin Islam.
Dokumen itu, tertanggal Ahad kemarin dan disebarkan melalui akun
Twitter Islamis, menyatakan warga Kristen di Provinsi Raqqa, yang
berhasil dikuasai pada Maret tahun lalu oleh Negara Islam Irak dan
Mediterania (ISIL), baru-baru ini diberi tiga pilihan, yakni masuk
Islam, tetap menjadi Kristen tetapi berjanji untuk tunduk kepada Islam,
atau mati. Mereka memilih pilihan kedua, dikenal sebagai dhimmitude,
yang mengacu pada seorang non-muslim di sebuah negara Islam, seperti
dilansir situs The Times of Israel, Kamis (27/2).
Awal bulan ini, pusat komando Al-Qaidah menjauhkan diri dari ISIL, dan mengatakan kelompok itu bukan cabang Al-Qaidah.
Keaslian dari dokumen itu, yang menampilkan cap Al-Qaidah, tidak
dapat secara independen dikonfirmasi. Tanda tangan dari 20 pemimpin
Kristen di bagian bawah dokumen dari kesepakatan itu telah dihapuskan,
seakan-akan menjadi permintaan mereka sendiri.
Sesuai dengan hukum Islam klasik, setiap warga Kristen dan Yahudi
tinggal di bawah kedaulatan muslim harus membayar pajak dikenal sebagai
jizyah sebagai imbalan atas perlindungan dari para penguasa muslim, atau
dhimma.
Dokumen itu menyatakan warga Kristen di Raqqa memilih untuk
menandatangani perjanjian dhimma daripada perang, dan menerima komitmen
dari penguasa lokal Komandan ISIL Ibrahim al-Badri, juga dikenal sebagai
Abu Bakar al-Baghdadi, agar tidak mengalami kerugian fisik atau menjadi
target agama.
Sebagai imbalannya, warga Kristen sepakat untuk membuat daftar
persayaratan, yakni menjauhkan diri dari merenovasi gereja atau
biara-biara di Raqqa, tidak menampilkan salib atau simbol-simbol
keagamaan di depan umum atau menggunakan pengeras suara saat kebaktian,
dan tidak membaca Alkitab di dalam ruangan cukup keras sehingga dapat
didengar warga muslim berdiri di luar.
Selain itu mereka juga tidak akan melakukan tindakan-tindakan
subversif terhadap warga muslim, tidak melaksanakan setiap upacara
keagamaan di luar gereja, tidak akan mencegah warga Kristen ingin pindah
agama menjadi muslim, menghormati Islam dan muslim dan tidak akan
menyebut perkataan menyinggung mereka, serta membayar pajak jizyah
senilai empat dinar emas bagi orang kaya, dua dinar emas untuk kelas
menengah, dan satu dinar emas untuk kaum miskin, sebanyak dua kali dalam
setahun. Setiap warga Kristen dewasa juga harus menahan diri dari minum
minuman beralkohol di depan umum dan tetap berpakaian sopan.
"Jika mereka mematuhi syarat-syarat itu, mereka akan menjadi dekat
dengan Tuhan dan menerima perlindungan Nabi Muhamad, tak satu pun dari
hak-hak agama mereka akan dikurangi dan tidak akan ada seorang pendeta
atau biarawan akan dianiaya," tulis dokumen itu. "Tapi jika mereka
melanggar salah satu syarat, mereka tidak akan lagi dilindungi dan ISIL
dapat memperlakukan mereka seperti musuh dan diperangi."
ISIL sebelumnya telah melarang penjualan rokok di Raqqa dan
memberlakukan pemakaian cadar bagi perempuan di depan umum. Pekan lalu,
surat kabar asal Libanon the Daily Star menulis, ISIL juga mengubah hari
akhir pekan resmi di provinsi itu menjadi Kamis dan Jumat dari
sebelumnya Jumat dan Sabtu, seperti yang dipraktikkan di 'negara-negara
murtad'.