Indonesia Memiliki Pesawat Kepresidenan "Indonesian One" - Boeing Business Jet 2 berbasis Boeing B-737-800 menjadi pesawat kepresidenan baru Indonesia. Foto saat dia baru mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, setelah terbang dari Amerika Serikat. Nanti dia akan dioperasikan Skuadron Udara 17 VIP Wing Udara 1 TNI AU.
"Halim Tower this is Indonesian One… request for landing… " "Indonesian One… this is Halim Tower… clear for landing… have a nice landing and welcome home… "
Kira-kira
demikian nanti percakapan radio antara pesawat kepresidenan baru
Indonesia dengan ATC Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma,
Jakarta, dalam penerbangan khusus dengan presiden Indonesia berada di
dalam kabinnya. Pilot-in-command memimpin penerbangan pesawat terbang ber-call-sign Indonesian One.
Akhirnya
Indonesia memiliki pesawat resmi kepresidenan setelah selama ini
biasanya menyewa dari PT Garuda Indonesia atau menugaskan Skuadron Udara
17 VIP atau Skuadron Udara 45 TNI AU untuk menerbangkan presiden, wakil
presiden, dan rombongan ke manapun tujuan.
Pesawat terbang
kepresidenan baru Indonesia itu telah mendarat mulus di Pangkalan Udara
Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis pagi. Dia terbang dari
pabriknya, di Everett, Georgia, Amerika Serikat, dan sempat singgah di
Honolulu, Hawaii.
Merupakan seri Boeing Business Jet 2,
pesawat terbang kepresidenan Indonesia ini memakai Boeing B-737-800
sebagai basis dasar dengan perubahan mendasar di sana-sini, sesuai
pesanan; di antaranya ruang rapat, ruang istirahat, kamar mandi (jika
diperlukan), fasilitas komunikasi dienkripsi, dan lain sebagainya.
Penyambutan
khusus pesawat kepresidenan berkelir dominan biru muda-putih
bergelombang itu sangat meriah. Hampir semua pejabat penting nasional
datang, termasuk Presiden Boeing Asia-Pasifik, Ralph Boyce, yang khusus
datang ke Jakarta untuk itu.
Seorang penerbang senior TNI AU
yang pernah berdinas sebagai penerbang VIP pada masa pemerintahan KH
Abdurahman Wahid, berujar, "Pesawat terbang kepresidenan baru itu memang
khusus dan menerbangkan dia juga menempuh prosedur dan penanganan
khusus."
Boeing B-737-800 Boeing Business Jet 2 sebagai
pesawat terbang kepresidenan itu sebetulnya telah dipesan sejak empat
tahun lalu. Beberapa kali perundingan dengan Boeing dilakukan, termasuk
soal interior, kelengkapan-kelengkapan khusus super VIP, dan terutama
aspek keamanan komunikasi dan "pertahanan udara" mengingat yang dibawa
adalah kepala negara/kepala pemerintahan yang juga lambang negara.
Saat mendarat, yang mendapat kehormatan menerbangkan dia secara ferry dari
Amerika Serikat ke Jakarta adalah Komandan Skuadron Udara VIP 17,
Letnan Kolonel Penerbang Aligusman, dan Letnan Kolonel Penerbang Firman
Wira Yudha. Keluar dari kokpit dan menuruni tangga utama, mereka tampil
dalam cover all penerbang hijau dengan badge khusus Indonesian Air Force di bahu kiri.
"Menerbangkan
BBJ 2 ini sebetulnya sama saja dengan Boeing B-737-800 lain. Cuma ada
perbedaan pada beberapa perangkat khususnya," kata Aligusman.
Menyimak bentuk fisiknya, sepintas tidak ada yang istimewa dalam tampakan mata. Kalaupun mata jeli melihat, itu adalah lingkar engine cowling depan yang dilapis krom, demikian juga leading edge sayap utamanya. Jika terkena sinar matahari, akan berkilauan… indah juga.
Pada ujung nose fuselage
di bawah kokpit, warna biru tua semburat menjadi titik perhatian,
karena bagian di bawah cungkup itu terletak radar utama pesawat terbang.
Biasanya, bagian itu dicat khusus berwarna hitam atau kelabu; cat ini
harus khusus karena bertugas meneruskan pancaran gelombang
elektromagnetik radar.
Di bagian fuselage Boeing
B-737-800 itu, ada beberapa piranti yang tidak akan dijumpai pada
pesawat serupa yang lain. Ada "tonjolan-tonjolan" instrumen khusus yang
mirip penampakan kamera sirkuit tertutup. Menurut beberapa laman
penerbangan, itulah di antara sekian banyak piranti pertahanan diri,
dinamakan Missile Antiapproach System. Mekanisme kerjanya mirip dengan lontaran chaff pada pesawat tempur.
Ada lima titik lokasi sistem pertahanan ini pada fuselage BBJ 2 for Governmental VIP Flight
(ini nama resmi yang diberi Boeing untuk pesanan Indonesia). Beberapa
sumber menyatakan, operasionalisasi piranti ini akan sangat rahasia dan
diperlukan otorisasi tersendiri.
Sesuai dengan namanya, pesawat
terbang ini memiliki kekhususan dalam sistem kendali dan avionika. Salah
satu pilot dari Skuadron Udara 17 VIP yang ditugaskan belajar
menerbangan BBJ 2 itu di Pusat Pendidikan Boeing, di Miami, selama
beberapa bulan, menyatakan, pesawat terbang kepresidenan ini bisa
diterbangkan dalam keadaan totally blind.
Artinya, dia bisa mendarat dan lepas landas semata-mata dikendalikan intsrumen penerbangan secara otomatis. "Sejak pesawat itu touch down
hingga berhenti di tempat yang telah ditentukan, pilot bisa menyerahkan
pada sistem kendali itu. Namun tetap, peran pilot sangat menentukan dan
kami tetap dilatih serius tentang itu," kata penerbang itu.
Dikarenakan
BBJ 2 yang masih memakai nomor registrasi penerbangan N454BJ
(registrasi Amerika Serikat) dan akan diserahkan kepada TNI AU pada
pertengahan April ini untuk tugas kepresidenan, maka sistem komunikasi
dan keamanan komunikasi menjadi aspek pokok.
"Dari awal penerbangan ke Jakarta dari Amerika Serikat kami bisa memakai internet, telefon seluler, jejaring sosial, hingga WiFi. Sangat mudah mengoperasikannya. Ini kelengkapan penting," kata Yudha.
Tentang
BBJ 2 yang dipesan dengan harga total sekitar Rp820 miliar itu, Boyce
menyatakan, "Kami berterima kasih atas kepercayaan Indonesia pada produk
Boeing yang telah teruji ini. Kami harap kepercayaan ini bisa semakin
meningkat dan membawa kebaikan."
Dia menyatakan, banyak
kekhususan fasilitas yang diimbuhkan pada pesawat terbang dengan dua
mesin jet CFM International CFM56-7 yang irit bahan bakar minyak itu.
Terdapat
dua ruang berstandar kelas VVIP Class (State Room), empat ruang
pertemuan kelas VVIP, 12 area eksekutif, serta 44 area staf, yang bisa
diterbangkan hingga ketinggian maksimum sekitar 41.000 kaki dari
permukaan laut pada kecepatan maksimum sekitar 0,85 Mach (548 mph alias
876 km/jam).
Namun kecepatan optimal ekonomisnya ada pada
kisaran 0,785 Mach agar bisa terbang sejauh 4.620 mil laut alias 8.556
kilometer dari bandar udara keberangkatan dengan 61 kursi ditambah dua
kursi pilot-in-command dan kopilot.
Kemampuan terbang secara ekonomis ini dipandang Boeing sebagai salah satu kunci penting sehingga rancangan bentuk dan material winglet berukuran di kedua ujung sayap utamanya dilakukan secara khusus.
Jika
terbang keluar negeri --terutama-- selama ini menyewa pesawat terbang
badan lebar PT Garuda Indonesia, yang harus diubah interiornya untuk
sementara waktu.
Paling tidak memerlukan waktu sepekan di Garuda
Maintenance Facility, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, untuk
mengubah interior dan sistem-sistem lain dari konfigurasi standar ke
konfigurasi khusus kepresidenan.
Untuk mengembalikan lagi ke
konfigurasi standar --misalnya Airbus A-300 series-- memerlukan waktu
sekitar itu juga plus hari kunjungan keluar negeri itu sendiri. Lama dan
mahal.
Dalam penerbangan ferry Amerika Serikat-Jakarta
sejak 6 April lalu itu, BBJ 2 kepresidenan Indonesia ini singgah di
beberapa tempat, di antaranya Sacramento, Honolulu, dan Guam. Dari Guam
inilah dia langsung terbang ke hanggar tetapnya di Skuadron Udara 17 VIP
TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Mensesneg: Pesawat 'Biru' Untuk Presiden Baru, SBY Hanya Pakai 2-3 Kali
Mensesneg Sudi Silalahi memastikan proyek pengadaan pesawat kepresidenan
Indonesia bukan ditujukan untuk kepentingan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Pesawat Boeing Business Jet-2 itu akan lebih banyak dipakai
presiden terpilih nanti.
Usai menerima pesawat itu dari Boeing di
Halim Perdanakusumah, Jaktim, Kamis (10/4/2014), Sudi mengatakan bakal
ada proses sertifikasi. Semua komponen di dalam pesawat akan diperiksa
dan dipastikan spesifikasinya. Proses itu akan dilakukan oleh Kemenhan
mulai Jumat (11/4) besok.
"Kita harapkan sertifikasi bisa
diselesaikan Kemhan. Minggu depan bisa dilakukan uji penerbangan,
sehingga dapat digunakan dalam tugas negara presiden terpilih," kata
Sudi.
"Kalau presiden sekarang mungkin hanya 2-3 kali bisa gunakan ini," sambungnya.
Sudi
menjamin akuntabilitas penggunaan anggaran pembelian pesawat tersebut.
Dia menyebut semua pihak sudah dilibatkan, mulai dari BPK hingga BPKP.