Tak Kenal Putus Asa, Gadis Tunanetra Ini Membaca Lewat Bibir - Ketika ingin mencapai tujuan lalu membentur tembok, apa yang harus
dilakukan? Orang sukses akan mencari jalan lain untuk mengatasi
rintangan. Dan itulah yang dilakukan Tsang Tsz-Kwan, gadis tunanetra di
Hong Kong.
Sejak belia ia tak bisa melihat dan mengalami
gangguan pendengaran yang parah. Ia juga mengalami kondisi di mana ujung
jari-jari tangannya tidak peka yang membuatnya tak bisa merasakan
tonjolan titik-titik dalam huruf Braille.
|
Foto: Jonathan Wong |
Kondisi ini justru membuatnya pantang menyerah, gadis berusia 20 tahun
itu menemukan jalan alternatif untuk membaca huruf Braille, yaitu dengan
menggunakan bibirnya.
"Di kelas 1 SD, saya menyadari bahwa dia
selalu membungkuk ke depan," ujar Mee-Lin Chiu, salah seorang guru di
Ebenezer School & Home untuk anak-anak yang mengalami gangguan
penglihatan - yang merupakan satu-satunya sekolah untuk anak
berkebutuhan khusus di Hong Kong yang khusus ditujukan untuk anak
tunanetra.
"Dia mengatakan kepada saya itu dilakukan karena dia
bisa membaca lebih jelas dengan menggunakan bibirnya ketimbang dengan
tangannya."
Tsang sendiri mengakui bahwa, "Saya tahu ini bukan
pendekatan yang biasa dan terlihat aneh. Bahkan saya sendiri tidak tahu
bagaimana bisa sampai seperti ini," katanya sambil menyebut caranya ini
adalah "keajaiban."
Meski Tsang mungkin bukanlah orang pertama
yang menggunakan bibir untuk membaca huruf Braille, ia menjadi kasus
yang jarang terjadi. "Ini untuk pertama kalinya saya mendengar tentang
seseorang yang berhasil menggunakan bibir," kata Diane Wormsely,
profesor di North Carolina Central University yang mengkhususkan diri
dalam pendidikan untuk tunanetra. Chiu juga mengatakan bahwa Tsang
adalah satu-satunya siswa di Ebenezer yang menggunakan bibir mereka dan merupakan satu-satunya kasus yang ia ketahui terjadi di Hong Kong.
Penuh tantangan
Walau demikian, membaca huruf Braille dengan bibir bukanlah tanpa tantangan.
"Awalnya,
tidak ada yang bisa menerimanya," kata Tsang. "Bahkan saat ini, banyak
orang yang menganggapnya aneh... Ini bisa menimbulkan hal yang memalukan
ketika saya membaca di tempat-tempat umum dan di depan orang yang tidak
dekat dengan saya."
Membaca huruf Braille dengan bibir juga
menimbulkan masalah kepraktisan karena buku-buku dalam huruf Braille
biasanya berukuran besar dan berat.
Meski demikian, Tsang
mengatakan ia merasa "bersyukur" masih bisa memiliki cara untuk belajar
mengenai dunia melalui tulisan. Membaca adalah salah satu kegemarannya
untuk mengisi waktu luang - sumber stimulasi intelektual sekaligus
pelarian dari tekanan psikologis.
Ia juga percaya bahwa ia bisa
mengatasi kekurangannya dengan kerja keras, tekad dan keinginan untuk
mendorong dirinya melampaui zona nyamannya.
"Tanpa keberanian untuk menantang diri saya sendiri, tentu saja tidak mungkin mencapai kesuksesan," sahutnya.
Keluar zona nyaman
Di
Ebenezer, kelas-kelas yang diikutinya hanya berisi oleh 10 siswa, yang
sama-sama mengalami kekurangan yang membuat mereka dengan mudah menjalin
persahabatan. Semua bahan pelajaran dibuat dalam huruf Braille dan para
guru khusus dilatih untuk menghadapi anak tunanetra.
Namun di
Kelas 7, Tsang memutuskan untuk meninggalkan zona nyamannya di Ebenezer
dan pindah ke SMP umum, karena ingin meleburkan dirinya ke dalam
lingkungan kehidupan yang lebih nyata. "Saya harus memfasilitasi masa
adaptasi saya ke tengah masyarakat ketika saya menyelesaikan studi saya
dan harus masuk ke tempat kerja," katanya.
Masa transisinya
bersekolah di sekolah khusus anak perempuan Ying Wa di Hong Kong tidak
selalu mudah. Kelas-kelas di sana jauh lebih besar dan para guru tidak
mendapatkan pelatihan khusus untuk menghadapi siswa tunanetra. Tsang
harus mengirimkan semua bahan pelajaran tertulisnya ke Ebenezer atau
Hong Kong Society for the Blind untuk diterjemahkan ke dalam huruf
Braille. Ia mengungkapkan, membaca dan menulis membuatnya harus
menghabiskan waktu dua kali lipat lebih lama dibandingkan teman-teman
sekolahnya.
Ia menyadari bahwa ia harus lebih mandiri dan memiliki keinginan yang
lebih besar untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhanya kepada para
staf sekolah dan siswa-siswa lainnya yang menyambut baik kehadirannya,
namun tidak terbiasa berhadapan dengan siswa tunanetra.
Salah
satu gurunya, Kwong Ho-Ka, mengatakan bahwa sejalan dengan waktu staf di
sekolah belajar kapan harus turun tangan untuk membantu Tsang.
"Jika
dia membutuhkan sesuatu, dia akan memberitahukan kami," kata Kwong,
sambil menambahkan bahwa Tsang yang sangat mandiriberjalan di seputar
sekolah tanpa bantuan, menggunakan tongkat dan tangga berjalan serta
menggunakan tangga tanpa dibantu.
Kwong, yang terlihat sangat
menyayangi Tsang, mengatakan bahwa meski Tsang tidak pernah dicemooh
teman-temannya, integrasi sosial adalah proses yang berjalan secara
bertahap.
"Dia memiliki teman-teman, namun dia bukan bagian dari
beberapa kelompok pertemanan besar. Misalnya, sekelompok perempuan
mungkin ngobrol soal budaya pop, namun mungkin akan sulit baginya untuk
masuk dalam percakapan seperti itu. Dia mungkin tidak mengenali siapa
yang sedang berbicara dan dia tidak akrab dengan budaya pop."
Jadi murid berprestasi
Upaya
pantang menyerah Tsang pada akhirnya berbuah manis, ia mendapat nilai
tertinggi dalam berbagai bidang studi seperti mata pelajaran Bahasa
China, Inggris dan Studi Liberal. Walau demikian, ia sendiri terkejut
mendapati hal ini.
"Saya merasa sangat kaget dan gembira ketika
saya mendengar bahwa nilai-nilai saya untuk beberapa mata pelajaran
melebihi dari harapan saya," sahutnya. "Saya merasa kerja keras saya
tahun ini akhirnya terbayar."
Keberhasilannya untuk mencapai
bangku kuliah dengan kerja keras, membuat Tsang setia pada filosofi
hidupnya yang selama ini dipegangnya. "Ketidaknyamanan dan keterbatasan
(kecacatan saya) akan mengikuti saya di sepanjang hidup saya ... dan
saya harus memiliki keberanian untuk menghadapi kenyataan ... Saya akan
mensyukuri apa yang saya masih miliki."
"Saya ingin mendorong
semua orang untuk memiliki keberanian dan ketekunan untuk melalui semua
pasang surut dalam kehidupan kita karena saya tahu setiap orang memiliki
kesulitannya sendiri. Tapi satu hal yang pasti: di mana ada kemauan, di
situ ada jalan."