Simpati pada Jokowi tetap mengalir. Awalnya beberapa aktivis yang
selama ini golput dari pemilu ke pemilu, tapi untuk pemilu 2014
memutuskan mendukung Jokowi. Kalangan intelektual dan akademisi kampus
juga banyak yang memutuskan terlibat aktif menjadi relawan Jokowi.
Kali
ini peneliti muda yang juga Direktur Yayasan Denny JA, Novrianto Kahar
menulis alasannya memilih Jokowi. Novri merupakan alumni Pondok Modern
Gontor tahun 1996 dan meneruskan kuliahnya di Universitas Al Azhar Kairo
hingga tahun 2001. Selanjutnya, Novriantoni mengambil jenjang Magister
Sosiologi di Universitas Indonesia. Pandangan Novri ini ditulisakan
dalam artikel panjang yang Anda bisa nikmati tulisannya di bawah ini:
Ketika
berlibur di rumah mertua di Malang pekan lalu, saya menemukan sebagian
keluarga dekat istri masih cukup terpesona dengan tampilan dan retorika
capres nomor urut satu. Saya bisa memaklumi keterpesonaan mereka. Namun
begitu, saya merasa terpanggil untuk mengingatkan mereka bahwa capres
nomor urut dua akan lebih baik dan maslahat bagi mereka dan bagi
Indonesia di lima tahun ke depan. Karena cuma berdialog santai, saya
waktu itu belum sempat mengemukakan alasan secara runtut dan rinci.
Lewat tulisan ini, saya ingin berbagi alasan kenapa saya, anda, dan
rakyat Indonesia perlu mendukung dan menyoblos pasangan capres dan
cawapres Jokowi-Jusuf Kalla di Pemilu Presiden 9 Juli mendatang. Berikut
12 alasan saya.
Pertama, Jokowi berprestasi. Anda dapat periksa
ini baik ketika dia memimpin Solo maupun Jakarta. Saya bertanya ke
Pakde saya yang cukup berwawasan dan bermukim di Solo tentang pendapat
dia soal prestasi Jokowi di Solo. Pandaangannya positif semua, tidak
jauh dari apa yang dikata atau dustakan Fadli Zon di layar kaca. Saya
tidak tahu prestasi Gubernur Jakarta sebelum Jokowi, tapi dalam waktu
singkat 2 tahun, di mata saya Jakarta banyak berubah. Kemacetan memang
belum sirna, tapi upaya untuk mengatasinya dengan berbagai cara tampak
sedang bekerja. Kebanjiran memang masih ada, tapi sungai-sungai tempat
air mengadu dan berlalu pun tampak sudah genah. Prestasi yang lebih
pasti dapat anda tanyakan kepada mereka-mereka yang tersentuh langsung
oleh kebijakan Jokowi-Ahok di Jakarta.
Kedua, Jokowi itu
manusiawi. Jokowi tidak angker dan bukan sosok pemarah. Dia bukan tipe
pemimpin yang asal sikat jika sedang merencanakan sebuah rencana kerja.
Bila dia ingin merelokasi pedagang kaki lima, dia akan ajak mereka
bicara. Dia siapkan alternatif-alternatif lahan penghidupan bagi mereka.
Jokowi tahu, semua manusia sekecil apapun harus dimanusiakan, bukan
diperlakukan dengan akal-akalan dan semena-mena. Kita sudah lama
menyaksikan pemimpin arogan yang langsung kirim preman atau pentungan
demi menggusur rakyat jelata yang ingin mereka tata. Jokowi bukan tipe
pemimpin yang menang-mentang seperti itu. Dia tipe pemimpin yang
mengerti betapa beratnya perjuangan hidup di kalangan rakyat jelata.
Ketiga,
Jokowi tidak atau belum korupsi. Dilihat dari gaya hidup pribadinya,
Jokowi tampak akan lebih tulus mengabdi dan berbakti. Dia hidup
sederhana, dan tidak punya kuda yang kelak harus diurus negara. Mobil
dinasnya pun cuma Innova. Apakah ongkos politik kelak mengharuskannya
untuk korupsi? Mungkin saja! Tapi kemungkinan itu jauh lebih kecil pada
Jokowi dibanding rivalnya. Rivalnya telah lama mengeluarkan ongkos
miliaran rupiah untuk beriklan di layar kaca. Mau tahu ongkosnya, coba
hitung saja! Satu slot iklan 30 detik di televisi itu minimal harus
keluar 20 juta. Anda tinggal kalikan berapa slot sehari dan berapa tahun
lama rivalnya mencitrakan diri di layar kaca.
Apakah bukannya
Jokowi yang sibuk mencitrakan diri dengan aksi blusukannya? Anda harus
ingat, Jokowi memang sempat lama ngiklan gratis di layar kaca, karena
dulu dia memang kekasih media. Sebelum separtisan sekarang ini, sehari
tanpa berita Jokowi bagi media kita bagaikan belum bersantap dan mandi
pagi. Itu karena sang maha rating sangat berkuasa di bisnis media,
terutama tivi. Tatkala pertarungan politik dimulai, media-media yang
partisan tadi baru sadar betapa bahayanya mempromosikan Jokowi di media
mereka. Kini kita melihat, beberapa media yang dulu menjual Jokowi,
sedang sibuk membujuk pemirsa untuk tidak membelinya.
Keempat,
Jokowi produk reformasi. Bagi pemilih pemula yang tidak mengerti
pentingnya reformasi, cobalah bayangkan ini! Anda masih muda, penuh
gelora, ingin bebas bersuara. Tapi saban kali menyuarakan
keluhan-keluhan hidup anda, anda sangat mungkin ditangkap dan diculik
oleh rezim yang berkuasa. Anda tidak bisa sebebas sekarang menyuarakan
kepahitan, kegalauan, kemuakan, dan keputusasaan anda menghadapi keadaan
dan sistem politik yang ada. Itulah era Orde Baru yang kini kembali
dipuja rival Jokowi. Anda perlu mengerti, Jokowi bukan bagian dan produk
rezim yang anti-kebebasan itu, dan jika jadi Presiden, jauh kemungkinan
dia akan mengembalikan anda ke era jahiliah itu.
Kelima, Jokowi
tegas menjalankan Konstitusi. Ini saya saksikan tatkala dia
mempertahankan kesetaraan kesempatan seluruh warga negara untuk menjadi
pejabat publik. Lebih spesifik tatkala dia tidak sekadar mencari aman
dan tegas mempertahankan posisi Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine
Zulkifli tatkala dipersoalkan pihak-pihak yang tak senang dengan status
agama dan gendernya. Bersama Jokowi, saya tidak kuatir akan ada warga
negara yang disingkirkan dari posisi atau jabatannya karena alasan
sentimen-sentimen primordial seperti kesukuan maupun agama seperti
disinyalir Hashim Jayadiningrat terjadi di Kementerian Pertanian
baru-baru ini. Saya yakin pada komitmen Jokowi dalam soal ini, lebih
yakin dari komitmen kakak Hashim sendiri.
Keenam, Jokowi lebih
sedikit berjanji. Saya memilih presiden yang lebih sedikit berjanji
karena saya akan lebih sedikit dikecewakan. Lebih dari itu, janji-janji
masa kampanye bagi saya tak lebih dari gombal-gombal saat pacaran. Saya
tentu menaruh harapan agar presiden mendatang mampu membuat ekonomi kita
lebih baik, keamanan lebih terjaga, kebebasan tetap terpelihara. Tapi
jika ada yang berjanji akan mentigakalilipatkan pendapatan saya, saya
akan anggap itu angin-angin surga dan tipudaya belaka. Seingat saya,
Jokowi tidak terlalu banyak menjanjikan hal yang muluk-muluk. Ini
berbeda dengan rivalnya yang sangat berani berjanji agar memikat hati
pemilih.
Ketujuh, Jokowi membuat anda peduli dan berpartisipasi.
Jokowi tidak memberi anda instruksi, tapi anda justru peduli dan
tergerak untuk berpartisipasi, bahkan dengan mengorbankan waktu dan
materi. Itulah tipikal pemimpin yang mampu memberi inspirasi. Bersama
Jokowi, anda peduli bahwa negeri ini perlu berbenah, perlu berubah. Anda
suka rela ikut serta berkontribusi demi merawat mimpi perubahan itu.
Dengan kepedulian dan partisipasi semacam ini, Jokowi akan berhutang
budi kepada anda, bukan kepada penyumbang antah-berantah yang kelak akan
akan menggerogoti anggaran negara demi mengembalikan investasi mereka.
Jokowi lebih banyak berhutang kepada ketulusan Anda, bukan kepada uang
muka proyek yang dijanjikan kepada pengusaha.
Kedelapan, Jokowi
anti-diskriminasi. Ini sudah terbukti baik di Solo maupun Jakarta.
Bersama Jokowi, anda tak perlu khawatir akan diperlakukan berbeda dan
teraniaya karena suku, ras, agama, dan antar-golongan (SARA) anda. Para
pendukung diskiriminasi SARA memang tidak akan suka pada Jokowi. Itu
bukan kisah baru dalam peradaban umat manusia. Berada dan memperjuangkan
aspirasi dan kepentingan pihak yang banyak memang mudah dan itulah
tuntutan demokrasi. Tapi menghargai dan memastikan pihak minoritas tidak
terdiskriminasi juga membuktikan kematangan dan anti-mentang-mentang
dalam iklim demokrasi.
Kesembilan, Jokowi tidak bagi-bagi kursi.
Yang ini anda boleh percaya boleh tidak. Soalnya dalam koalisi
partai-partai, sangat mustahil tidak terjadi power sharing atau
pembagian kekuasaan. Namun, jika anda buat perbandingan, Jokowi tidak
sevulgar rivalnya dalam mengumbar pengkavlingan kekuasaan. Bersama
Jokowi, pos-pos kementerian negara lebih mungkin tidak dijadikan lahan
bagi-bagi hadiah kepada rekan koalisi. Bersama Jokowi, kita lebih
mungkin mendapatkan Menteri Agama yang tidak mengorupsi dana haji,
Menteri Komunikasi dan Informasi yang lebih mengerti urusan
informasi-teknologi, Menkoekuin yang tak membuat bocor Anggaran
Pendapatan Belanja Negara sampai ribuan triliun rupiah. Saya tidak
terlalu yakin, tapi lebih mungkin daripada rivalnya.
Kesepuluh,
Jokowi belum bernoda. Setahu saya, Jokowi belum punya rekam jejak suram
di masa silam. Dia tidak pernah dipecat dari jabatan, atau melarikan
diri ke luar negeri demi lepas dari jerat hukum, atau pun memperkaya
diri karena berkuasa. Kini ada yang menuduh Jokowi terlibat kasus
korupsi bis Transjakarta. Menurut kawan yang ahli bidang kajian korupsi,
dalam kasus ini, Jokowi bersih! Tapi bagaimana dengan munculnya
sosok-sosok yang diduga kuat punya rekam jejak buruk masa lalu yang kini
menggelendoti Jokowi? Ya, Jokowi sebagaimana kita semua, mungkin saja
ternoda. Dalam bahasa fikih, Jokowi mungkin saja ternodai (mutanajjas),
tapi dirinya sendiri belumlah bernoda (najis). Ini lebih baik dari dia
yang pada dirinya sendiri adalah noda dan dikelilingi orang-orang atau
kelompok yang memang bernoda.
Kesebelas, Jokowi tidak akan
merecoki. Jika anda anak muda yang kreatif dan sedikit usil, yakinlah
bahwa Jokowi yang berjiwa rocker tak akan merecoki urusan anda.
Sekalipun anda membuat parodi tentang dirinya, mencemooh tampang
ndeso-nya, atau mungkin ingin mengumpatnya. Saya yakin, Jokowi tak akan
gundah, rapopo, dan woles saja. Kebebasan dan kreativitas anda tak akan
dia hambat dan haling-halangi. Karena tidak berkoalisi dengan
pihak-pihak yang suka merecoki urusan orang lain, dia pun lebih mungkin
tidak menggunakan pihak ketiga untuk menggebuk anda. Jika Jokowi menjadi
Presiden, Anda tak perlu kuatir berekspresi dengan facebook, twitter,
atau media sosial lain yang menyinggung-nyinggung dirinya. Saya hakul
yakin akan watak Jokowi dalam soal ini dibanding rivalnya.
Keduabelas,
Jokowi realistis soal ekonomi. Sepanjang yang saya simak dari debat
capres putaran kedua 15 Juni lalu, Jokowi tampak tak akan gegabah
mengurusi ekonomi. Dia sangat peduli dengan ekonomi berdikari dan
pemberdayaan wong cilik, tapi dia juga tidak akan membuai anda dengan
retorika-retorika kosong tentang nasionalisasi. Saya merasa iklim
investasi kita akan lebih baik dan bersih bersama sosok yang kurang
mencemaskan bagi pelaku ekonomi. Saya pun yakin, kebocoran uang negara
akan lebih mungkin disumbat oleh Jokowi. Rasanya, dia bukan tukang
tambal ban yang sudah bersekongkol dengan para penebar paku jalananan.
Keyakinan saya pada Jokowi dalam aspek ini melebihi keyakinan saya pada
retorika rivalnya!
Inilah 12 alasan saya mendukung Jokowi. Semoga
ini juga menjadi alasan anda hadirat pembaca. Pendek kata, bagi saya
memberi alasan kenapa memilih ini dan bukan itu adalah yang pertama,
sedangkan siapa sosok presidennya adalah nomor dua. Sekian dan silakan
disiarkan. [Merdeka]