
Rakatalenta.Com™, Wajahnya dihiasi janggut tak terlalu panjang, meski lebat. Dari
kupluk warna hitam yang dia kenakan, tersembul warna putih menghiasi
rambut cepaknya, menandakan usia tak lagi muda.
Sosok Irfan
Sembiring yang mengenakan gamis panjang dari pundak hingga lutut warna
cokelat, langsung mengucap salam, ketika kami bertemu di restoran cepat
saji, dekat pusat perbelanjaan terbesar Cinere, Depok, Jawa Barat,
selepas salat Jumat, (23/8). Dia ditemani dua kawan, bernama Syarief dan
Rendra, berparas dan berbusana tak jauh beda.
"Mereka berdua juga dulunya anak metal loh, cuma sekarang sudah murtad saja," ujarnya sambil terkekeh kepada merdeka.com.
Bagi
masyarakat awam, mereka bertiga lebih akrab disebut pengamal jamaah
tabligh. Orang yang berdakwah dari desa ke desa, kampung ke kampung,
biasanya berjalan kaki. Nyaris tak ada tanda bahwa dulu mereka
menggeluti musik cadas.
Pria kelahiran Surabaya 2 Maret 1970 ini,
dulu kerap berkeliling masjid seputaran Jakarta-Bogor. Namun, beberapa
tahun belakangan, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk berdakwah di
Cinere dan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Irfan merupakan pendiri
band trash metal, Rotor, yang legendaris di kancah musik keras Tanah
Air. Band yang berdasarkan nama, diharapkan menghasilkan musik bising
bagai baling-baling pesawat ini, merupakan buah karyanya selepas keluar
dari Sucker Head, pionir musik metal Jakarta pada 1988.
Di masa
jayanya, Rotor berhasil menjual ratusan ribu keping album. "Kami dulu
raja dirajanya metal, orang pasti mengenal Rotor, paling enggak tahu
namalah," ungkapnya.
Berbekal percaya diri tinggi, khususnya
setelah sukses membuka konser Metallica pada 1993, Irfan bersama dua
kawannya yakni Judapran dan Jodie, yang kini sudah almarhum mengadu
nasib ke Amerika Serikat. Mereka bernazar harus jadi tenar seperti
panutan mereka, Sepultura, asal Brasil yang sukses mendunia.
Semangat
itu, kenang Irfan, langsung pudar saat melihat daftar musisi metal yang
sudah rekaman di Kantor Pusat Billboard, di California. "Kalau saya
tidak salah ingat, ada 6.000 band metal yang terdaftar sudah rekaman,
itu baru California saja. Semuanya lebih unik, dan lebih keren dari
Rotor."
Selama 1993-1995, karena seret manggung di Negeri Paman
Sam, Irfan dan kawan-kawan terpaksa kerja serabutan. Saban setengah
tahun mereka balik ke Indonesia, lantaran visa tak boleh diperpanjang di
sana.
Sampai 1997, Rotor masih meramaikan kancah trash metal di
Indonesia, total 4 album mereka hasilkan di bawah naungan pelbagai
label rekaman. Menyerah dalam usaha menaklukkan Amerika, Irfan sempat
banting setir jadi produser, ketika merancang kompilasi "Metalik Klinik"
bersama sobat lamanya di Sucker Head, Krisna Sadrach.
Di tengah
aktivitas memproduksi musik, gebyar blantika metal dan kisah hidup
musisi Barat, membikin Irfan merenung. Dia menyebut, saat itu kerap
berpikir lantaran punya cita-cita sederhana, harus jadi orang sukses.
"Gue
perhatiin waktu di Amerika, kehidupan musisi sukses enggak enak,
terutama matinya enggak ada yang enak. Gue terus mencari-cari, jalan
hidup yang paling sukses jadi apa," kenangnya.
Di tengah
pencarian itu, pada April 1997, matanya tak sengaja tertuju buku di rak
toko buku terkemuka Jakarta. Judulnya "The 100: A Ranking of the Most
Influential Persons in History" dikarang Michael H. Hart. Irfan
terkejut, dalam daftar itu, nama Muhammad ditahbiskan jadi orang nomor
satu paling berpengaruh sejagat.
"Ini buku yang mengarang dari
namanya beragama Nasrani, paling enggak non-muslim, tapi urutan pertama
Muhammad, berarti orang ini fair," katanya.
Berbekal buku itu,
dia yakin, Muhammad adalah orang paling sukses di dunia dan harus
ditiru. Sayang, dalam buku Hart, ulasan soal rasulullah hanya 20
halaman.
Semangat 45, dia mencari guru yang bisa menunjukkan
jalan mengikuti cara hidup Nabi Muhammad. Hasil ikut pengajian ke sana
sini, dia akhirnya mantab mengikuti pola keagamaan jamaah tabligh pada
1998, hasil pesantren kilat 3 hari di Jakarta Selatan. Dari sana, dia
mengaku ketagihan dakwah, termasuk berguru hingga India dan Pakistan.
Segala
ingar bingar duniawi dilepas, termasuk aktivitas bermusiknya. Padahal,
rekannya di jamaah itu tak ada yang memaksanya berhenti menekuni dunia
metal.
"Guenya aja yang lebay, padahal enggak ada yang nyuruh berhenti, tapi semuanya, termasuk bisnis, ditinggal total."
Soal
perilaku sebelum mendalami agama, Irfan enggan menjelaskan detail.
Seperti biasanya digambarkan media, kehidupan rockstar, termasuk di
Indonesia, kerap diwarnai gaya hidup liar. Tak jarang melibatkan alkohol
dan narkoba dosis tinggi. Nyawa dua rekannya di Rotor, diduga kuat
terenggut akibat pola hidup binal itu.
Pria yang kini dikarunia
empat anak dari seorang istri itu hanya menyebut, masa-masa sebagai
musisi metal serupa berada di selokan bau.
"Ibaratnya gue 20
tahun di comberan, heboh, ketika habis dakwah, kayak dibawa ke penthouse
hotel bintang lima," tuturnya sambil tertawa lepas.
Selain
keliling dakwah, kini Irfan sehari-hari mencari nafkah dari bisnis
multilevel marketing. Selain itu, keputusan besar dia buat pada 2009,
yaitu kembali menekuni metal.
Irfan menyebut area restoran
waralaba Amerika tempat kami bersua, menjadi "kantornya" untuk urusan
bisnis, atau dalam bahasanya, perkara duniawi. Termasuk menjual CD dan
merchandise Rotor.
"Gue enggak mau ribet, buat urusan dunia, di
sini aja, Allah pun mengatakan, 'Aku tidak suka hambaku bersusah payah,
untuk sesuatu yang sudah kutetapkan'," ungkapnya.
Soal
keputusannya kembali ke jalur metal, Irfan mengaku semata-mata agar
mudah berdakwah kepada rekan sesama musisi. Jika dia hanya menjalani
bisnis MLM, sulit bertemu teman-temannya yang dulu aktif di kancah
metal.
"Gue kasihan sama teman musisi yang tiap hari latihan,
akhir pekan ngeband, terus manggung, kasihan besok mati, gimana mau
bikin report ke Allah. Enggak bisa elu laporan, 'ya Allah, saya sudah
bikin sekian album' enggak bakal diterima."
Namun, Irfan mengaku
sekadar menjadi rocker pasif. Dia tak pernah sengaja mencari job untuk
manggung. Band yang dihidupkan lagi ini pasrah saja bila ada yang
mengundang. Tak heran sejak 2009, baru tiga kali Rotor tampil live.
Album baru pun masih molor, sudah terkumpul 8 lagu, tapi belum dilempar
ke pasaran.
Berbeda dengan aliran metal "satu jari" yang politis
dan sedang tren di Indonesia kiwari, Irfan enggan memberi pesan-pesan
tertentu ke lagunya yang baru. Dia mengaku, mencomot saja ayat Alquran
dalam bahasa Inggris ke dalam karyanya yang masih kental bercorak metal.
Misalnya, dia contek persis surat Al Kafirun, untuk lagu "Infidel".
Dia
juga tak risih jika dianggap ambigu karena tetap menganggap bermusik
itu haram. Menurutnya, lantaran dilandasi niat utama berdakwah kepada
sesama musisi dan penggemar metal, dosanya "balik ke metal" bakal
diampuni Tuhan.
"Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan
sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima pahalanya, dan barangsiapa
yang melakukan keburukan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima
balasannya," ucapnya menyitir surat Az-Zalzalah ayat 7-8 di kitab suci.
Selepas ashar, saya berpamitan. Meninggalkan Irfan di "kantornya", bertemu seorang rekan bisnis.
Sampai
waktu belum ditentukan, bisa dipastikan, mantan raja metal ini mudah
ditemui di dua lokasi bertolak belakang: masjid dan restoran cepat saji.
Irfan yakin hidupnya selepas mendalami dakwah tak bakal berubah. Metal
hanya salah satu medan yang kini coba ia taklukkan dalam rangka menyeru
manusia kembali pada Tuhan.
"Target jangka pendek itu ya dunia
ini, mati. Jangka panjang, ya surga nanti," ungkapnya dengan senyum
tersungging, sebelum kami berpisah meneruskan hari masing-masing.