RakaTalenta.Com™, Siswa SMP 4 Satu Atap yang berada di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol,
Purbalingga, Jawa Tengah, kini menjadi kebanggaan warga desanya.
Lantaran sekolah tersebut berhasil menunjukkan sederet prestasi dan
penghargaan dalam menggunakan teknologi audio visual meski berada di
desa terpencil.
Salah satu guru SMP 4 Satu Atap Karangmoncol,
Aris Prasetyo mengakui, sekolah tempatnya mengajar jauh dari fasilitas
yang memadai. "Kami paham, kalau kami tidak mampu mengejar sekolah lain
yang lebih maju dalam hal fasilitas belajar. Karena itulah, kami
mengejar prestasi di bidang lain melalui media film pendek yang
diajarkan kepada murid kami," ujarnya, Senin (28/10).
Penggunaan
teknologi pun akhirnya mendapat dukungan luas, setelah pelajar di
sekolah tersebut mampu mengharumkan namanya dengan menjuarai berbagai
festival film nasional dan internasional.
"Kami yakin dengan
keterbatasan ini, kami bisa berkarya dan berkreativitas untuk menaikkan
status dan derajat sekolah kami yang selama ini dianggap sebagai sekolah
pinggiran," jelasnya.
Tambahan nama sekolah satu atap sendiri
menggambarkan kondisi sekolah yang selama ini masih menumpang, baik
ruang kelas maupun perpustakaan kegiatan belajar mengajarnya dengan
salah satu sekolah dasar di desa tersebut. Kondisi itu diperparah dengan
kondisi masyarakatnya yang rata-rata belum mendapat pendidikan yang
tinggi.
"Rata-rata di sini masyarakatnya merupakan buruh tani atau nderes (pemetik kelapa)," ucapnya.
Keinginan
untuk berubah tak hanya dirasakan dari pendidik, tetapi juga peserta
didik yang serius untuk mengubah nasib mereka. Eko Junianto (14), siswa
kelas VIII, mengemukakan ingin sekali berprestasi melalui karya film
pendek. Siswa yang berasal dari Dukuh Gunung Tugel Desa Karangmoncol ini
sudah mengenal film pendek saat bermain dalam film 'Pigura' yang sempat
mendapat penghargaan khusus juri dalam ajang Festival Film Indonesia
Tahun 2010.
"Pertama kali saya tertarik saat ikut jadi pemain
dalam film pendek 'Pigura' dan ternyata sekarang jadi ketagihan. Saya
ingin sekali bisa memproduksi film pendek selanjutnya," jelas siswa yang
beberapa waktu lalu menjuarai Sagamovie festival yang diselenggarakan
salah satu bank swasta.
Meski keterbatasan alat, dia selalu
berusaha menghasilkan karya terbaik untuk membanggakan semua orang yang
ada di sekitarnya. Bahkan, uang hadiah yang berhasil dimenangkannya pun
disumbangkan untuk kepentingan warga sekitar.
"Teman-teman
senang, orang tua kami juga senang dengan keberhasilan itu. Untuk
membagi kegembiraan, kami sepakat menyumbangkan uang hadiah untuk
pembangunan masjid di sekolah agar bisa bermanfaat bagi semua warga yang
ada di sekolah dan warga sekitar," ucapnya.
Eko sendiri
merupakan anak pertama dan hidup dalam kondisi pas-pasan. Orang tuanya
hanya bekerja sebagai penderes yang penghasilannya tak menentu. "Saya
hanya butuh sedikit uang saja untuk ongkos sekolah," ucapnya.
Tak
jauh berbeda dengan Eko, Nunik (14), teman sekelas Eko yang berhasil
menjadi juara dalam ajang yang sama dalam kategori iklan layanan
masyarakat mengaku bangga bisa ikut menyumbangkan hasil jerih payahnya
bersama teman-teman untuk membangun masjid yang akan digunakan untuk
peribadatan di lingkungan sekolah. "Biar bisa bermanfaat di dunia dan
akhirat," ucapnya.
Dalam menggapai prestasinya saat ini, mereka
meraihnya dengan susah payah. Eko menjelaskan, selama beberapa kali
harus menginap di sekolah untuk bisa mempelajari seluk beluk teknis
pembuatan film pendek.
"Kadang setiap Sabtu dan Minggu harus
menginap di sekolah untuk membuat film. Alat yang ada juga paling hanya
laptop. Saat ini, kami sedang mencoba membuat film animasi juga,"
jelasnya.
Tak heran, jika saat ini sekolah yang berada di pinggir
areal persawahan warga ini berhasil mengoleksi segudang prestasi dalam
kreativitas yang belum tentu dimiliki sekolah lain di wilayah perkotaan.