RakaTalenta.Com™, Pada tanggal 20 Juni, Kapolri Timur Pradopo mengumumkan bahwa ia akan mencabut larangan tersebut, dan bahwa dia telah menugaskan tim untuk merancang aturan baru bagi polwan dan jilbab, The Jakarta Post melaporkan.
"Tim telah ditugaskan untuk mempelajari opini publik dan masukan dari polwan. Tim ini juga akan mempertimbangkan saran dari para ahli agama," kata juru bicara Polri, Ronny F. Sompie.
Banyak orang Indonesia menentang larangan mengenakan jilbab oleh polwan yang bertugas yang diberlakukan pada tahun 2005 di seluruh negeri, kecuali di provinsi Aceh.
Partai politik dan organisasi Islam seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah telah menyerukan agar peraturan itu dicabut.
"Memakai jilbab adalah bentuk kebebasan beragama, dan hak ini dijamin dalam UUD 1945 kita," kata ketua Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada Khabar Southeast Asia.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amir Shah berkata kepada Khabar bahwa dia puas dengan keputusan terbaru oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ini.
"Dari awal, kami (MUI) tidak setuju dengan larangan tersebut. Saya senang bahwa Polri telah mengkaji keputusan itu. Mereka tidak berhak untuk melarang polwan mengenakan jilbab pada saat menjalankan tugas," kata Amir. "Mereka bekerja untuk menjadi Muslim yang baik dan karyawan yang baik."
Namun, tidak semua setuju dengan keputusan tersebut. Beberapa orang mengatakan bahwa perwira polisi, yang memiliki tugas terhadap semua warga negara tanpa memandang latar belakang agama, tidak boleh terlihat berafiliasi dengan agama tertentu.
Menurut Nia Elvina, sosiolog dari Universitas Nasional Jakarta, larangan tersebut membantu mempromosikan netralitas dalam lembaga pemerintah.
"Polwan adalah pelindung bagi warga kami. Mereka harus bersikap netral, dan tidak boleh melambangkan agama, pendidikan, dan status ekonomi tertentu," katanya kepada Khabar.
Warga Jakarta Susi Erdinati setuju bahwa penegakan hukum tidak boleh dikaitkan dengan agama.
"Polwan harus mampu berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang agama. Mereka harus ada bagi siapa saja dan tidak hanya bagi umat Islam," katanya kepada Khabar. "Semua lembaga pemerintah sebaiknya netral. Saya yakin, ini juga menjadi semacam tanda hormat bagi mereka yang bukan umat Muslim,” tambahnya.
Namun, para pendukung langkah ini mengatakan bahwa penampilan polwan Muslim yang taat akan meningkatkan rasa hormat masyarakat Indonesia untuk penegakan hukum.
"Memakai jilbab harus dianggap sebagai pelaksanaan ajaran agama, dan memiliki orientasi moral yang tinggi. Ini juga merupakan unsur positif bagi polisi. Mereka menetapkan contoh yang baik bagi masyarakat," kata Din, ketua Muhammadiyah.
Warga Jakarta Ardian Saragih berkata kepada Khabar bahwa hal ini seharusnya menjadi pilihan pribadi.
"Jika tidak melibatkan masalah keamanan tertentu, lebih baik untuk memberikan wanita pilihan untuk memutuskan apakah dia ingin memakai jilbab atau tidak," kata Ardian.